Politika – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur optimalisasi pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem secara nasional.
Langkah ini menandai komitmen serius pemerintah dalam menekan angka kemiskinan hingga mencapai target ambisius.
Inpres tersebut menginstruksikan sinergi antara lebih dari 40 kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk menjalankan program-program terpadu, terarah, dan berkelanjutan. Fokus utama kebijakan ini meliputi tiga strategi utama:
- Pengurangan beban pengeluaran masyarakat
- Peningkatan pendapatan masyarakat
- Penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan
Dalam pelaksanaannya, pemerintah akan memanfaatkan data tunggal sosial dan ekonomi nasional sebagai dasar penentuan sasaran program agar tepat sasaran dan efektif.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan bahwa Inpres ini menjadi landasan penting dalam upaya mencapai target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2026 serta menekan angka kemiskinan umum di bawah lima persen pada tahun 2029.
Selain itu, berbagai kementerian memiliki peran strategis sesuai bidangnya masing-masing; misalnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bertugas memastikan subsidi listrik, BBM, dan elpiji tepat sasaran bagi keluarga miskin ekstrem.
Menteri Pekerjaan Umum fokus pada penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi serta mendukung program sekolah rakyat sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin.
Program “Sekolah Rakyat” juga menjadi instrumen penting dalam Inpres ini untuk memberikan akses pendidikan bagi keluarga miskin sehingga dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia mereka.
Pendekatan lintas sektor ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas akar masalah kemiskinan dengan cara yang sistematis melalui kolaborasi antar lembaga negara hingga tingkat daerah.
Dengan adanya kebijakan terintegrasi tersebut diharapkan tidak ada lagi warga negara yang tertinggal (“no one is left behind”) dalam pembangunan kesejahteraan nasional ke depan.***